Merebaknya narkoba merupakan akibat yang lahir karena tatanan masyarakat tidak didasarkan pada Islam. Ideologi Kapitalime-Sekularisme, yang membuat masyarakat ini menjadi bobrok moralitasnya. Hanya Islam yang bisa membasmi narkoba sampai ke akarnya. Dalam  memberantas narkoba --dan dalam menerapkan seluruh hukumnya-- Islam memperhatikan tiga, faktor, yaitu : faktor individu, faktor pengawasan masyarakat, dan faktor negara. Karenanya, langkah yang dilakukan untuk memberantas narkoba adalah:

1. Menumbuhkan Ketakwaan Anggota Masyarakat
        Perbuatan manusia sangat ditentukan oleh prinsip-prinsip kehidupan yang diyakininya. Keyakinan tentang keberadaan Allah SWT, bahwa Allah SWT satu-satunya dzat yang menciptakan dunia dan isinya termasuk dirinya,  bahwa Allah senantiasa menyaksikan setiap perbuatan yang dikerjakan manusia, bahwa Allah SWT telah menurunkan aturan-aturan kehidupan berupa dienul Islam, disertai pula keyakinan bahwa pada hari kiamat manusia seluruh amal perbuatannya dihisab. Disediakan surga bagi orang beriman dan banyak beramal kebaikan, disediakan neraka bagi mereka yang ingkar dan banyak melanggar syariatnya, akan mendorong seorang mukimin mengikatkan dirinya dengan hukum-hukum syara'.
        Seorang muslim yang akan memiliki keyakinan teguh terhadap aqidah Islam akan menghasilkan sebuah pola perilaku yang senantiasa menjadikan Islam sebagai standar dan parameter perbuatannya. Semakin kuat aqidahnya, semakin kokoh prinsip itu dipegangnya, maka semakin tangguh pula kepribadiannya. Jika seseorang sudah memiliki kepribadian Islamiy yang tangguh, maka ia tidak terpengaruh oleh lingkungannya, seburuk apa pun lingkungan tersebut. Bahkan, ia justru akan berupaya mengubah lingkungan buruk tersebut. Fakta kehidupan sekarang ini, menunjukkan  tingginya nilai taqwa dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Mayoritas umat Islam tetap tegar  menjauhi khamr, perbuatan-perbuatan keji, riba, zina, termasuk juga narkoba, sekalipun penguasa beserta sistem kufur yang berlaku selama ini memberi peluang untuk melakukannya. Itu menunjukkan betapa tingginya nilai taqwa.
        Jika pandangan materialistis yang sekarang berkembang menjadikan materi sebagai ukuran kebahagiaan, seorang muslim yang bertaqwa memandang bahwa tercapainya kebahagian adalah ketika ia mengikuti hukum-hukum Allah SWT. Ketundukan dan dan ketaatan terhadap hukum-hukum-Nya inilah yang akan mengantarkan manusia mendapatkan kebahagiaan yang  hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. Allah SWT berfirman:
ولمن خاف مقام ربه جنتين (الرحمن 45)
Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhan-Nya ada dua surga (Ar Rahman 46).

        Sebaliknya, siapa pun yang tidak mengikuti aturan Allah SWT, mereka jauh dari kebahagiaan sejati. Allah SWT berfirman:
ومن أعرض عن ذكري فإن له معيشة ضنكا ونحشره يوم القيامة أعمى (طه 124)
Dan barang siapa berpaling dari paringatan-Ku , maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami bangkitkan ia dalam keadaan buta (Thoha 124).

        Dengan demikian, seorang muslim yang meyakini aqidah Islam, ia tidak akan tergoda untuk melanggar aturan-aturan Allah SWT. Ia tidak akan melakukan riba, berapa pun besarnya keuntungan yang bisa diraupnya, karena riba merupakan perbuatan yang diharamkan. Ia tidak akan melakukan pencurian, sekalipun terdapat peluang untuk itu, karena mencuri merupakan perbuatan yang dilarang-Nya. Demikian pula, seorang yang berpegang teguh pada aqidah Islam, ia tidak akan tergoda untuk mencicipi narkoba --apalagi menikmati, mengedarkan, dan memproduksi-- betapapun nikmat dan besarnya keuntungan yang didapatkan, karena ia tahu perbuatan itu akan mendatangkan murka Allah dan menjerumuskan pada neraka.
        Berangkat dari kesadaran inilah  dahulu kaum muslimin segera membuang berguci-guci persediaan khamr di rumah mereka. Sehingga kota Madinah menjadi banjir khamer. Dengan kekuatan iman dan kepercayaan yang mendalam kepada firman Allah (QS. Al Maidah 90) mereka melenyapkan khamr dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
        Jika saat ini banyak orang terjemus pada pil setan tersebut beralasan karena dirinya dibelit dengan berbagai problematika, maka hal itu tidak akan terjadi pada individu yang bertakwa. Setiap muslim yang beriman, sejak awal meyakini bahwa Allah akan menguji dirinya dengan berbagai musibah dan cobaan. Sehingga jika suatu saat dirinya dihempas masalah berat yang belum bisa diselesaikan atau sebuah peristiwa qadla yang membuatnya sedih,  ia tidak akan melarikan diri pada narkoba dan tenggelam dalam kenikmatannya. Sebab, musibah dan cobaan pasti datang menghampirinya untuk membuktikan tingkat keimanannya. Allah SWT berfirman:
أحسب الناس أن يتركوا أن يقولوا أمنا وهم لايفتنون . ولقد فتنا الذين من قبلهم فليعمن الله صدقوا وليعلمن الكاذبين (الأنكبوت 2-3)
Apakah manusia itu mengira bahwasanya mereka dubiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah SWT mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang dusta (Al Ankabut 2-3).

        Seseorang yang beriman pada qadla dan qadar yakin bahwa apa yang akan menimpanya, dia tidak akan luput darinya. Jika sesuatu itu luput darinya, tidak akan menimpa dirinya. sebuah ujian dan cobaan, apabila dihadapi dengan kesabaran maka akan mendatangkan pahala dari Allah SWT. Ujian dan cobaan, akan dihadapi dengan kesabaran. Sedangkan, berbagai nikmat yang mebuat dirinya senang, akan disyukurinya. Dari Subaib Ar Rumiy, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
عجبا للمؤمن , إن أمره كله له خير , وليس ذلك لأحد إلا للمؤمن , إن أصابته شراء شكر فكان خيرا له وإن أصابته ضراء صبر فكان خيرا له (روواه مسلم)
Mengagumkan seorang mukmin itu. Karena sesunguhnya semua urusannya baik baginya. Hal itu tidak terdapat pada seorang punkecuali seorang mukmin. Jika mendapatkan suatu keberuntungan, ia bersyukur. Maka baik baginya. Dan jika menimpa kepadanya suatu kesulitan, ia bersabar.  Maka ia pun baik baginya (HR Muslim).

        Mereka juga menyadari bahwa jika ia tetap kukuh bertaqwa, akan diberikan jalan keluar dan mendapatkan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka dari  Allah SWT. Allah SWT berfirman:
ومن يتق الله يجعل له مخرجا . ويروقه من حيث لا يحتسب (الطلاق 2-3)
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan bagi jalan keluar. Dan memberinya rezeki yang tidak disangka-sangkanya (Ath Thalak 2-3).

        Ketakwaan itu tidak hanya pada rakyat. Para penegak hukum  juga harus memiliki ketakwaan. Jika tidak mereka akan mudah disuap dengan lembaran-lembaran uang.
            Karena itu, kaum muslimin harus mendidik generasinya dengan landasan Islam. Pembinaan generasi  tersebut harus dilakukan sejak usia dini. Pendidikan aqidah Islam yang ditanamkan sejak dini insya allah akan menjadikan generasi yang mampu membentengi diri da­ri virus narkoba, atau pun virus-virus lainnya yang bakal membahayakan kehidupan mereka. Rasulullah SAW bersabda:
مروا أولادكم بالصلاة , وهم أبناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم أبناء عشر سنين وفرقوا بينهم في المضاجع (رواه أحمد وأبو داود والحاكم).
Perintahkanlah anak-anakmu untuk sholat untuk sholat ketika mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka (apabila tidak mengerjakan sholat) pada saat usia sepuluh tahun. Pisahkan antara mereka di tempat tidur (HR Ahmad, Abu Daud, dan Al Hakim).

        Ini berarti mengikatkan diri kepada hukum syara' harus dimulai sejak dini, sejak mereka belum baligh. Bahkan memberikan sanksi pada mereka, jika mereka membangkang dari perintah Allah SWT. Sehingga ketika mereka semakin besar, kepribadian mereka sudah terbina dan ditempa dengan aqidah Islam. Mereka akan memiliki kepribadian Islam yang selalu dipenuhi suasana imani, sebuah pribadi yang memiliki standar aktivitas yang tetap, yakni halal dan haram. Ia akan senantiasa berupaya melakukan sesuatu yang dihalalkan. Sebab dia paham, bahwa melakukan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah SWT itu akan membuat  Allah ridlo kepa­danya. Dan ridlo Allah itulah yang menjadi dambaannya. Sebaliknya, suatu yang haram, ia akan tinggalkan. Sebab, meninggalkan yang diharamkan oleh Allah SWT juga akan menuai ridlo-Nya. Sedangkan melakukan perbuatan haram mem­buatnya bersedih hati dan mendorongnya cepat-cepat bertobat, karena takut dimurkai Allah SWT.
        Generasi yang terbina oleh pemikiran Islam yang sehat senantiasa memahami bahwa apa saja yang dilarang dan diharamkan oleh Allah SWT itu pasti akan mendatangkan  mudharat baginya, dan ia wajib menjauhinya.  Sebaliknya, apa saja yang dihalalkan oleh Allah SWT pastilah membawa  maslahat baginya walaupun dia belum memahami betul hakikat dari kemaslahatan itu.  Dengan demikian ia memahami bahwa yang diharamkan harus dijauhi dan yang halal boleh didekati.  Ia sendiri paham bahwa orang yang sehat pasti tidak akan merelakan dirinya terperosok dalam bahaya, baik itu karena ulah sendiri maupun dorong­an orang lain.
        Maka dengan mengetahui adanya larangan dari Nabi SAW tentang penggunaan zat yang bisa melemahkan (muftirin), generasi muslim yang terbina dengan tsaqafah Islam akan menjauhi narkoba walau dia belum memahami bagaimana mekanisme perusakan syaraf otak oleh pil setan itu!

2. Pengawasan Masyarakat
        Tak ada satu agama pun selain Islam yang me­nekankan pen­tingnya hidup berjamaah dan men­jaga kesehatan jamaah dengan amar ma'ruf nahi mungkar. Masyarakat yang saling ma­sa bodoh ada­lah masyarakat yang mudah terjangkit wabah nar­koba.
        Amar ma'ruf yang dilakukan secara me­nyeluruh, baik di keluarga dan lingkungan kaum muslimin, organisasi-organisasi dan jamaah dakwah mereka, siaran-siaran radio dan TV serta media massa lainnya, akan membentuk kesadaran umum di masyarakat bahwa apa yang diharamkan Allah dan Rasulullah SAW secara mutlak harus dijauhi, baik kita mengetahui sebab diharamkannya maupun tidak.  Semata-mata lantaran keimanan dan ketaq­waan kita kepada Allah SWT. Dengan diungkapnya secara gencar larangan Rasulullah SAW tentang penggunaan barang yang melemahkan (muftirin), akan menjadi pemahaman umum di masyarakat bahwa narkoba adalah barang yang haram yang membahayakan kehidupan manusia dan harus dijauhi oleh siapa pun di antara kaum muslimin yang masih punya keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya.
        Lebih jauh harus diciptakan lingkungan yang sehat. Salah satu ciri sebuah sistem yang sehat dalam kaitannya dengan narkoba (dan berbagai kriminalitas lainnya) adalah minimnya rangsangan untuk melakukan kejahatan. Acara-acara TV yang bisa mempengaruhi pola kehidupan menuju pola hidup materialistis, konsumeris, hedonis, sekularis, dan pola-pola yang membahayakan aqidah umat harus dilarang.  Kaum muslimin tidak boleh mendiamkan sebuah kemungkaran terjadi di tengah-tengah kehidupan mereka. Rasulullah SAW bersabda:
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه وإن لم يتطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان
Siapa saja di antara kamu yang melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Apabila ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu maka dengan hatinya, yang demikian itu merupakan selemah-lemah imannya.

        Rasulullah SAW juga menunjukkan betapa pentingnya mencegah sebuah kemungkaran yang dibiarkan terjadi di tengah-tengah masyarakat dengan sabdanya:
مثل القائم على حدود الله والواقع فيها كمثل قوم على استهموا على سفينة فأصاب بعضهم أعلاها و بعضهم أسفلها فكان الذين أسفلها إذا اسقوا من الماء مروا على من فوقهم , فقالوا لو لأنا خرقنا  في نصيبنا خرقا ولم نؤذ من فوقنا , فإن تركوهم وما أردوا هلكوا جميعا , وإن أخذوا على أيدهم نجوا تحوا جميعا (رواه البخاري)
Perumpamaan orang-orang yang mecegah kemaksiatan dan yang melanggarnya adalah seperti suatu kaum yang menumpang kapal. Sebagian mereka ada yang berada di atas dan sebagian lainnya berada di bawah. Jika orang-orang yang berada di bawa membutuhkan air, mereka harus ke atas. Lalu mereka berkata: "Seandainya kami lobangi (kapal) pada bagian kami, tentu kami tidak menyakiti orang-orang yang berada di atas kami". Tetapi yang demikian itu dibiarkan, oelah orang-orang yang berada di atas (padahal mereka tidak menghendaki), maka bisalah seluruhnya. Dan bila mereka mencegahnya maka mereka selamat, dan selamatlah semuanya (HR Bukhari).
        Apabila amar ma'ruf dan nahi munkar ditegakkan seluruh lapisan masyarakat, maka ketaqwaan tiap-tiap individu dapat dipengaruhi dan dibina. Berarti proses edukasi massal telah berlangsung.

3.Tindakan Tegas Negara
        Negara harus melakukan tindakan riil untuk memberantas peredaran narkoba. Dalam kasus narkoba ini negara harus membongkar semua jaringan dan sindikat pengedar narkotika termasuk kemungkinan konspirasi internasional merusak para pemuda dan   mengancam pengguna, pengedar dan bandar dengan hukuman yang sangat berat.
        Suatu ketika diajukan kepada Nabi SAW seorang wanita yang mencuri untuk diadili, dan dijatuhkan hukuman berupa potong tangannya, beliau tidak menerima permohonan grasi dari Usamah bin Zaid untuknya, bahkan menegur seraya berkata:
يا أسامة  لا أراك تشفع في حد من جدودالله ؟ ثم قال : إنما هلك من كان قبلكم بأنه إذا سرق فيهم الشريف تركوه وإذا سرق فيهم الضعيف قطعوه , والذي نقسي بيده لو كانت فاطمة بنت محمد لقطعت يدها (رواه البخا رى )

“Apakah kamu mengajukan grasi terhadap salah satu hukuman dari Allah SWT? Sesungguhnys yang membinasakan orang-orang  sebelum kamu adalah apabila ada bangsawan diantara mereka mencuri, mereka membiarkannya dan apabila orang-orang lemah diantara mereka mencuri mereka memotongnya. Demi Dzat yang jiwaku ada di genggaman-Nya kalau saja Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti akan aku potong tangannya.” (HR. Bukahari, Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Nasa’i, Aisyah )
  
Hakim-hakim harus bersikap tegas dalam menghukum siapa saja aktor di balik peredaran narkoba, jangan sekali-kali tergoda suap.
            Abdurrahaman Al Maliki (nidzomul uquubat hal. 189) menyatakan bahwa setiap orang yang menggunakan narkoba, dikelompokkan sebagai perbuatan kriminal, dan sanksi yang diberikan negara bisa berupa jilid (cambuk) atau penjara hingga lima belas tahun, dan denda yang ukurannya diserahkan kepada qadli. Demikian pula bagi orang turut serta menjualbelikannya.
              Ketentuan itu tidak hanya berlaku bagi kaum muslimin, tetapi juga berlaku juga bagi kafir dzimmy yang hidup di negeri Islam, karena menurut perjanjian pembayaran jizyah ia menyatakan telah tunduk kepada hukum Islam. Apabila ia menjual dan memperdagangkan narkoba, gugurlah haknya memperoleh perlindungan (dzimmah) dari pemerintahan Islam. Karena itulah Khalifah Umar ra. mengecam Samurah bin Jundub yang mau menerima pembayaran kharaj (uang yang dipungut oleh negara dari tanah yang   ditaklukan melalui perang) dan jizyah dari kaum dzimmi (uang yang dipungut oleh negara dari rakyat yang non muslim karena penolakan mereka untuk masuk Islam) berupa hasil penjualan khamr dan babi. Ketika itu Khalifah Umar ra berkata,”Allah mengutuk Samurah, pegawai rendah di Irak, ia mencampurkan harga khamr dan babi ke dalam kharaj hak kaum muslimin. Itu (khamr dan babi) adalah haram dan harganya pun haram!” (Musannaf Abdul Razaq VI hal 75 dan X hal 195). Lebih jauh khalifah Umar berkata,” Tidak halal berdagang sesuatu yang tidak dihalalkan memakan dan meminumnya” (Al Baihaqy VI hal 14).
            Dalam sebuah riwayat berasal dari Abu ‘Amr Asy Syaibaniy mengatakan bahwa pada suatu hari Khalifah Umar bin Khatthab ra mendengar seorang dari Sawad (di daerah Irak) menjadi kaya karena berdagang arak, kepada penguasa setempat ia menulis perintah,” Hancurkan apa yang dapat kalian hancurkan (yakni hancurkan tempat penyimpanan dan wadah-wadah khamr miliknya), dan lepaskan semua ternak kepunyaannya. Jangan ada seorang pun yang melindunginya” (Abu Ubaid dalam “Al Amwal” hal 266 dan Ibnu Hazm dalam “Al Muhalla” jilid IX hal 9).
            Meskipun secara syar'i orang-orang kafir diperbolehkan makan atau minum sesuatu yang mereka anggap halal, tetapi jika mereka sudah memproduksi dan mengedarkannya ke tengah-tengah kaum muslimin, maka tindakan itu merupakan tindakan kriminal yang harus dihentikan. Negara harus tegas memusnahkan semua bentuk kriminalitas atau segala sesuatu yang bisa membahayakan kehidupan kaum muslimin.
            Tanpa usaha riil semacam ini maka pemberantasan narkotika dari kehidupan remaja hanya akan menjadi dongeng pengantar tidur yang monoton dan membosankan dan kita akan menyaksikan tumpukan remaja remaja sakaw yang telah mengubur masa depannya dan hari-hari suram menjadi teman sambil menunggu kematian.
       
KHATIMAH
        Masalah narkoba tidak mungkin dapat diatasi secara tuntas kecuali jika menggunakan metode pendekatan yang benar dalam memberantas barang jahanam itu.  Mencermati apa yang terjadi di negara-negara Barat sehubungan masalah narkoba, me­nunjukkan bahwa di negara-negara Sekuler yang memberlakukan kebebasan pemilikan dan kebebasan berperilaku itu, tak kunjung mampu mengatasi masalah narkoba. Dan memang mustahil mereka bisa secara tuntas menanggulangi narkoba. Ideologi Demokrasi-Sekuler yang mereka anut itulah yang menyebabkan kemustahilannya.
            Dan apabila negeri muslim seperti Indonesia masih terus mem­bebek cara-cara hidup negara-negara Kafir, termasuk dalam mengattasi problem narkoba, sudah pasti ujungnya adalah kehancuran masyarakat, bangsa dan negara. Menjadi niscaya karenanya. Jika demikian, kenapa tidak kembali kepada Islam? Sadarlah!

Oleh: Ahmad Labib al Mustanier




       Maraknya bisnis narkoba, tidak dibisa dilepaskan dengan ghazwul fikri  (perang pemikiran)  yang dilancarkan Barat. Kenyataan ini bisa dilihat bahwa maraknya narkoba seiring dengan gaya hidup matre yang mengglobal. Indonesia, sebagai salah satu negeri muslim dengan jumlah  penduduk terbesar termasuk dengan perangkat keamanan dan pengadilan yang relatif lemah ini akan menjadi sasaran empuk buat bisnis barang haram itu.  Menurut Muladi, Indonesia telah menjadi tujuan bisnis bagi peredaran global narkotika, bukan lagi sekedar tempat transit (Republika 19/81999). Diperkirakan bisnis ini akan semakin menggila   jika sistem perdagangan bebas nanti diterapkan. Bagi anggota sindikat dan para kapitalis produsen barang haram, jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar merupakan  pasar potensial yang  mendatangkan uang dan keuntungan sebesar-besarnya. Keuntungan yang besar itulah yang terpenting menurut mereka. Tidak peduli jutaan orang mati karena mesin bisnisnya.

      Asumsi bahwa serangan narkoba ke dunia Islam itu  seiring dengan serangan pemikiran dan budaya kebebasan yang dilahirkan oleh mabda/ideologi kapitalisme-sekularisme yang dilancarkan oleh bangsa-bangsa Barat, dengan AS sebagai gembongnya diperkuat dengan bukti banyaknya warga AS yang tertangkap di sini aktif dalam jaringan pengedar barang haram itu. Seperti berita tertangkap­nya seorang "diplomat" Amerika dengan 10.000 butir XTC di Hotel Borobudur beberapa tahun lalu (Hawari, 1996). Narkoba dengan berbagai jenis dan merek diedarkan melalui jari­ngan yang sangat rapi dan terkait dengan sindikat pengedar narkoba internasional.

      Di sisi lain, strategi bisnis ini juga memiliki efek melumpuhkan lawan.  Dengan rusaknya pandangan hidup generasi muda muslimin, rendahnya akhlaq mereka, dan lemahnya fisik, mental maupun intelektual mereka, maka semakin mudah bagi negara-negara kafir semacam AS untuk memperbudak bangsa-bangsa muslim di abad mendatang!

      Mereka (orang-orang kafir itu) tidak akan pernah merasa lega jika kaum muslimin belum mengikuti agama mereka.  Allah SWT berfirman:
ولن ترضى عنك اليهود ولا النصرى حتى تتبع ملتهم (البقرة 120)
Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuiti agama mereka (Al Baqarah 120).

      Ayat ini merupakan seruan Allah SWT yang ditujukan kepada Rasulullah SAW dan umatnya hingga hari Kiamat, dengan seruan yang amat jelas dan tegas. Sama sekali tidak bisa ditakwilkan dengan makna lain. Sehingga, apabila ditemukan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang terlihat ridla kepada seorang muslim, maka hanya ada dua kemungkinan. Pertama, orang-orang Yahudi dan Nasrani itu hanya berpura-pura saja. Kedua, jika mereka benar-benar ridla, berari seseorang tersebut berarti sudah mengikuti keinginan mereka.

      Mereka juga senantiasa melakukan berbagai upaya untuk membelokkan jalan kaum muslimin untuk mengikuti kekufuran mereka. Allah SWT berfirman:
ولا يزالون يقاتلونكم حتى يردوكم عن دينكم إن استطاعوا (البقرة 217)
Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat mengembalikan )kamu dari agamamu (kepada kakafiran), senadainya mereka sanggup (Al Baqarah 217).

     Semakin meningkatnya peredaran narkoba pada dunia Islam, jelas merupakan salah satu bentuk serangan orang-orang kafir pada kaum muslimin. Generasi muda Islam yang diharapkan akan menjadi penerus perjuangan menegakkan panji Islam menjadi sasaran utamanya. Menurut penelitian Hawari, misalnya, bahwa kasus penyalahgunaan NAZA adalah anak-anak usia remaja (13-17 tahun) sebanyak 97%. Hasil polling yang dilakukan Deteksi, usia pemakai narkoba menunjukkan rata-rata masih belia. Usia 15-17 tahun 24 %, 18-20 tahun 46 %, dan 21-23 tahun 22%.  Realitas ini jelas tidak boleh dibiarkan terus berlangsung.          

      Oleh karena itu, bagi kaum muslimin yang masih memiliki harga diri sebagai umat Islam, tidak selayaknya diam berpangku tangan menyaksikan serangan gencar orang-orang kafir itu pada kaum muslimin. Tidak sepatutnya kaum muslimin membiarkan pembunuhan terhadap tunas-tunas muda kita terjadi.  Allah SWT memberikan peringatan kepada kita:
وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعفا خافوا عليهم وليتقوا الله وليقولوا قولا شديد (النساء 9)
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mere­ka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar". (Qs. An Nisa 9).


Oleh: Ahmad Labib al Mustanier



           Hukum syara’ adalah seruan pembuat syariat (as Syaari’) yang berkaitan dengan perbuatan hamba. Sekalipun hanya dikatakan  perbuatan hamba (af’aalu ‘ibaad), tetapi cakupan hukum syara’ meliputi perbuatan (af’aal) dan benda (syaa’a). Hal itu disebabkan karena suatu perbuatan manusia adakalanya hanya berupa perbuatan dan tidak melibatkan benda, seperti tersenyum, bercakap-cakap, tidur dsb. Ada pula yang harus melibatkan benda, seperti makan, minum, berdagang dsb. Sehingga, sekalipun kedua berbeda dan harus dibedakan, benda tidak bisa berdiri sendiri dan senantiasa tekait dengan perbuatan.

            Di samping itu, memang seruan yang ada pada hukum syara’  adalah dalam kerangka memberikan solusi terhadap hamba, dan bukan benda. Adanya status hukum yang diberikan benda, sebenarnya tidak pernah terlepas dengan perbuatan hamba. Haramnya dzat babi, tidaklah ditujukan kepada babi itu sendiri, tetapi ditujukan manusia dalam menghadapi babi.

            Untuk memberikan status hukum pada jenis perbuatan yang tidak melibatkan benda, maka hanya dikaji status perbuatan itu saja. Sedangkan pada jenis perbuatan   yang melibatkan benda harus mengkaji keduanya (baik perbuatan dan bendanya). Jika perbuatan dan bendanya sama-sama boleh maka perbuatan itu boleh dilakukan. Jika kedua-duanya haram atau perbuatannya yang diharamkanya, maka  perbuatan itu tidak diperbolehkan. Sedangkan, jika bendanya diharamkan, maka masih memerlukan kajian lebih lanjut, apakah perbuatan tersebut halam atau haram.

            Status hukum makan binatang laut, misalnya,  adalah mubah. Karena keduanya, baik perbuatannya (makan) maupun benda yang dimakan  (ayam) sama-sama mubah. Berkaitan dengan perbuatan makan, Allah SWT berfirman:
يبني أدم خذوا زينتكم عند كل مسجد وكلوا واشربوا ولا تسرفوا (الأعراف 31)
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan (Al A’raf 31).

            Ayat ini menunjukkan bolehnya (mubah) perbuatan makan. Sedangkan, tidak disebutkannya maf’ul bih (objek) yang dimakan pada ayat di atas, dapat dipahami kebolehan memakan makanan secara mutlak.            Berkaitan dengan binatang laut, ketika Rasulullah SAW ditanya tentang berwudlu dengan air laut Rasulullah SAW menjawab:
هو الطهور ماؤه الحل ميتته (أخرجه الأربعه عن أبي شيبة)
Ia (air laut) itu suci airnya, halal bangkainya (HR Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

            Hadits di atas menunjukkan halalnya bangkai binatang laut, tanpa disebutkan perbuatan yang berkenaan dengannya. Sehingga, jika dikaitkan dengan perbuatan makan, yakni memakan bangkai binatang laut, maka perbuatan itu hukumnya mubah. Karena, baik perbuatan maupun bendanya mubah.

            Sedangkan hukum mencuri bangkai binatang laut milik seseorang, hukumnya haram. Sekali pun bendanya halal, tetapi perbuatan yang dilakukan hukumnya haram, maka perbuatan tersebut hukumnya haram. Berkaitan dengan mencuri Allah SWT berfirman:
السارق والسارقة فاقطعوا أيديهما (المائدة 38)
 Pencuri laku-laki dan pencuri perempuan, maka potonglah tangan keduanya ( Al Maidah 38).

            Sedangkan status  hukum makan babi adalah haram. Sekalipun hukum makan itu mubah, tetapi benda yang dimakan hukumnya haram (Al Maidah ayat 3), maka status perbuatan itu menjadi haram. Hanya saja, bila yang diharamkan itu bendanya, tidak secara secara otomatis semua perbuatan yang berkaitan dengannya hukumnya haram. Misalnya, hukum melihat babi tidaklah haram. 

Hukum Asal Benda  
            Kajian secara mendalam terhadap Al Qur’an dan As Sunnah, menyimpulkan bahwa hukum  asal pada benda adalah mubah. Allah SWT berfirman:
هو الذي خلق لكم ما في الأرض جميعا (اليقرة 29)
Dialah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (Al Baqarah 29).

وسخر لكم ما في السموات و ما في الأرض جميعا منه (الجاثية 13)
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya (Al Jatsiah 12).

            Kata خلق لكم  (menjadikan untuk kamu) dan  وسخر لكم (menundukkan untukmu) pada ayat di atas menunjukkan bahwa Allah  SWT telah membolehkan semua benda kepada manusia. Sedangkan benda yang diharamkan bagi manusia, merupakan bentuk pengkhususan atau pengecualian, sehingga membutuhkan nash (dalil) yang menjelaskannya. Selama tidak ada dalil yang mengharamkan (seperti haramnya bangkai, darah, daging babi, keledai kampung, dsb), maka hukum benda itu tetap dalam hukum asal, yakni mubah. Dari ayat-ayat itu dihasilkan sebuah kaidah syara’ :
الأصل في الأشياء الإباحة ما لم يرد دليل التحريم
Hukum asal benda adalah mubah (halal), selama tidak ada dalil yang mengharamkan.
     
            Berkaitan dengan hukum narkoba, tidak ada perbedaan pendapat tentang haramnya narkoba. Al Iraqi dan Ibnu Taimiyyah (Subulus Salam juz IV hal 35) menceritakan bahwa terdapat ijma’ atas haramnya candu dan barang siapa yang menghalalkannya bisa menyebabkan kufur.  Yang berbeda hanya dalil yang digunakannya. Al Qordawi dalam kitab Al Halalu Wal Haram halaman 75 menggolongkannya sebagai khamr, karena sifatnya yang memabukkan. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Sayid Sabiq, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (Fiqhus Sunnah hal 332), Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Husaini (Kifaayatul Akhyaar Juz II hal 188)..

            Sedangkan  Ash Shan’aniy, dalam kitab Subulus Salam (juz IV hal 35), beliau juga menggolongkan hashish (candu) sebagai sesuatu yang memabukkan, sehingga hukumnya haram. Keharaman benda memabukkan itu didasarkan pada hadits dari Jabir ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:
ما أسكر كثيره فقليله حرام (أخرجه أحمد والأربعة وصححه ابن حبان)
Apa yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya juga haram (dikeluarkan oleh Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Ibnu Hibban).

            Beliau menyatakan bahwa apa terjadi pada narkoba juga terjadi pula pada khamr, yakni sama-sama menyebabkan rasa girang dan mabuk. Meskipun begitu,  bila ada yang menolak anggapan bahwa candu itu memabukkan, beliau menjawab bahwa candu bisa melemahkan. Dalam hal ini, terdapat hadits dari Ummu Salamah, ia berkata:
نهى رسول الله صلى الله عليه وأله وسلم عن كل مسكر ومفتر (رواه أحمد)
Rasulullah SAW telah melarang setiap zat (bahan) yang memabukkan dan melemahkan (HR Ahmad dan Abu Daud). Imam As Suyuti, dalam kitab al Jami’ush Shoghir, menshahihkan hadits ini.

            Al Khathabiy menjelaskan bahwa makna al muftir adalah setiap minuman yang bisa mendatangkan futur (lemas, lemas) dan al khawar (lemah) pada anggota tubuh (Subulus Salam juz IV hal 35). 
            Jika kita mengkaji dalil-dalil yang digunakan, hadits yang melarang penggunaan benda yang memiliki sifat muftir, secara pasti dapat diterapkan pada narkoba. Narkoba, dalam  berbagai jenisnya, terbukti melemahkan pemakainya, baik fisik, mental, maupun intelektual. Hampir semua jenis narkoba bisa menyebabkan gangguan mental organik, sebagaimana telah dijelaskan dimuka.
            Disamping bisa melemahkan, narkoba juga bisa mengakibatkan dlarar (bahaya atau merusak  bagi manusia). Rasulullah SAW bersabda:
لا ضرر ولاضرار (رواه ابن ماجه)
Tidak (boleh) menimpakan  bahaya pada diri sendiri  dan kepada orang lain (HR Ibnu Majah).

            Nafi (peniadaan) yang ada pada hadits ini memberikan makna larangan.  Qorinah (indikasi)nya adalah bahwa keberadaan dlarar (bahaya) itu sesuatu yang  riil. Pada hal dalil syara’ tidak mungkin bertentangan dengan fakta. Maka hadits ini harus dipahami dengan dalalatul iqtidla’ (penunjukan yang didapatkan oleh makna yang mengharuskan keberadaannya), yakni dari nafiyyul wujud (peniadaan keberadaan) menjadi nafiyyul jawaz (peniadaan kebolehan), yakni berarti sebuah larangan terjadinya sesuatu yang membahayakan. Bahwa larangan itu merupakan larangan yang bersifat jazim (tegas dan pasti) yang melahirkan hukum haram, dipertegas oleh hadits lain. Dari Abu Shirmah Malik bin Qais Al Anshoriy, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
من ضر أضر الله به , ومن شاق شاق الله عليه (رواه أبو داود و النشائي والترمذي)
Barang siapa yang membahayakan, maka Allah akan mendatangkan bahaya , dan barang siapa yang menyusahkan, maka Allah akan menyusahkan kepadanya (HR Abu daud Nasa’i, dan Tirmidziy).

            Dari hadits-hadits tersebut, diambillah kaidah syara’:
الأصل في المضار التحريم
Hukum asal barang atau perbuatan  yang menimbulkan mudlarat adalah haram

            Bahaya khamr, sebagaimana dijelaskan di depan, sangat jelas baik secara individual maupun komunal. Sebagaimana telah dijelaskan di muka, Narkoba dapat menimbulkan gangguan mental organik karena barang-barang itu memiliki efek langsung  terhadap susunan saraf (otak). Hal ini dapat dilihat pada perubahan-perubahan neurofisiologik dan psiko-fisiologik pada si pemakai dalam keadaan keracunan ( overdosis/itoksidasi) atau dalam keadaan ketagihan (putus zat / withdrawal) dalam kenyataannya terbukti menimbulkan bahaya.

            Selain dampak pada si pemakai, penyalahgunaan Narkoba juga bisa berbahaya bagi orang lain. Hawari, (1996) menyebutkan bahwa narkoba juga bisa mengakibatkan kecelakaan lalu lintas (58,7%).            Di samping itu, narkoba umumnya digunakan untuk mendukung berbagai kemaksiatan penggunanya, seperti berdansa secara bercampur baur di berbagai diskotik, kafe, bar, pub, melakukan aktivitas aktivitas seksual secara bebas dan kemaksiatan lainnya. Ini terbukti dengan berbagai operasi yang selama digelar oleh polisi. Di tempat-tempat itulah biasanya polisi menemukan obat-obatan berbahaya tersebut.  Ini berarti, memakai narkoba bukan hanya haram, tetapi juga mendorong orang untuk melakukan perbuatan haram dan juga  bisa melalaikan berbagai kewajiban. Tidak terbayangkan, orang yang terbuai dalam ‘mimpi indah’  atau fly oleh narkoba masih ingat Allah, bisa dan mau sholat, puasa, dakwah dsb.  Maka narkoba itu diharamkan pula menurut kaidah syara’

الوسيلة إلى الحرام حرام
Setiap sesuatu (benda/perbuatan) yang bisa mengantarkan pada yang haram, maka hukumnya haram.

            Jika kita menelusuri dalil-dalil yang digunakan untuk memberikan status hukum pada  candu tersebut, maka kita mendapatkannya bahwa haramnya candu (dan jenis narkoba lainnya) tidaklah karena zatnya, sebagaimana pengharaman bangkai, darah, dan babi  yang diharamkan karena zatnya dengan firman Allah SWT :
حرمت عليكم الميتة و الدم و لحم الحنزير وما أهل لغير الله به
Diharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan sembelihan atas nama selain Allah (Al Maidah 3).
            Juga khamr, yang diharamkan  karena zatnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh  Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW bersabda:
حرمت الخمر بـعينـها كثيرها وقليلها والمسكر من كل شراب
Diharamkannya khamr karena bendanya, banyak maupun sedikit.  Juga (diharamkan) yang memabukkan dari setiap minuman   (HR An Nasa’i dengan sanad hasan, Sunan An Nasa’i VIII hal 320 dan 321).
            Pada benda-benda tersebut secara jelas diharamkan karena zatnya/bendanya. Hal ini berbeda dengan pengharaman narkoba. Haramnya  narkoba bukan karena zatnya --karena tidak didapati satu pun ayat menunjukkan haramnya narkoba karena zatnya--  tetapi diharamkannya narkoba  karena memiliki sifat yang bisa melemahkan, baik fisik, mental, maupun intelektual, maka narkoba dapat terkategorikan sebagai benda yang memiliki sifat muftir (yang melemahkan). Atau karena sifatnya yang membahayakan.

            Jelaslah, hukum penggunaan narkoba itu haram. Suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendatangkan dosa. Hanya saja, haramnya narkoba itu   bukan karena bendanya atau zatnya, tetapi karena sifat yang dimilikinya. Yakni, sifatnya yang bisa melemahkan bagi pemakainya, baik secara fisik, psikis, dan intelektualnya. Juga, sifatnya yang bisa menggiring  seseorang  terjerumus mengerjakan perbuatan haram lainnya.

            Ada perbedaan antara benda yang diharamkan karena zatnya dengan benda yang diharamkan karena sifatnya. Bedanya  adalah:
            Jika benda tersebut diharamkan karena zatnya, maka benda itu tidak akan pernah bisa berubah hukumnya menjadi halal, sekalipun pada benda tersebut dipandang memiliki manfaat apabila digunakan. Sedangkan benda yang diharamkan karena sifatnya, maka apabila sifat (yang diharamkan) itu sudah lenyap, maka benda tersebut menjadi boleh). Jika khamr  dan babi masuk kategori pertama, maka narkoba masuk kategori kedua.
            Karenanya, penggunaan beberapa bahan-bahan narkotika, seperti morfin, dalam dunia kedokteran untuk kegiatan pengobatan dengan dosis yang benar, sehingga tidak melemahkan dan membahayakan bagi orang dimasuki zat tersebut, maka penggunaan zat dalam keadaan seperti ini diperbolehkan. Hukum benda itu kembali kepada hukum asal benda.
            Namun, jika narkotika itu digunakan, yang bisa melemahkan dan merusakkan organ-organ tubuh, mental, dan intelektual, dan bisa mendatangkan malapetaka bagi kehidupan manusia, sebagaimana yang terjadi sekarang ini terjadi, maka narkotika tersebut menjadi haram.
            Berbagai produk narkoba dengan berbagai jenisnya, seperti heroin, kokain, ganja, dan berbagai derivatnya  yang sekarang banyak beredar di tengah masyarakat, jelas bukan untuk kepentingan kedokteran atau pengobatan, tetapi diproduksi untuk dikonsumsi dan dinikmati yang berakibat melemahkan, merusak, tidak jarang bisa mengantarkan pada jurang kematian, bahkan kehanncuran sebuah masyarakat secara menyeluruh.

Hukum Memproduksi dan Meperdagangkannya

            Memproduksi adalah suatu usaha untuk mengadakan suatu barang. Dalam syari’at Islam, hukum memproduksi suatu barang mengikuti hukum barang itu sendiri. Apabila suatu benda itu diharamkan, maka memproduksinya juga haram. Kesimpulan ini didapat dari hadits Nabi SAW dari Anas ra. bahwa:
أن رسول الله لعن  في الخمر عشرة : عاصرهها و معتصرها و شاربها و حاملها و المحمولة إليه و ساقيها وبائعها وأكل ثمنها و المشتري لها و المشترى له
”Sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat dalam khamr sepuluh personel, yaitu: pemerasnya (untuk keperluan umum), pembuatnya (untuk kalangan sendiri), peminum-nya, pembawanya, pengirimnya, penuangnya, penjualnya, pemakan uang hasilnya, pembayarnya, dan pemesannya” (HR Ibnu Majah dan Tirmidzy).

          Dari hadits tersebut, memeras  (memproduksi) khamar termasuk perbuatan  yang diharamkan. Hukum haram disimpulkan karena ada celaan yang bersifat jazim dengan kata la'ana (melaknat).          Larangan memeras khamr pada hadits di atas, bukan berarti larangan aktivitas memerasnya itu sendiri. Tetapi ia merupakan larangan untuk memeras khamr. Karena hukum memeras itu sendiri tidak haram. Yang diharamkan adalah apabila memeras khamr. Jadi keharaman industri khamr terletak pada keharaman zat yang diproduksinya. Dengan demikian, nampak jelas  bahwa hukum industri itu mengambil hukum barang-barang yang diproduksinya.
          Atas dasar itu, memproduksi narkoba -- selain beberapa jenis narkotika yang memang sengaja dibuat untuk pengobatan dan keperluan kedokteran seperti, morfin yang digunakan untuk anti nyeri, biasanya diberikan pada pasien pasca bedah trauma karena patah tulang -- adalah haram.            Sedangkan hukum memperjualbelikannya juga haram. Kesimpulan ini  didapatkan dari hadits yang diriwayatkan dari Jabir ra. bahwa Rasulullah bersabda:
إن الله و رسوله حرم بيغ الخمر و الميتـة و الخـنزير و الأصنام، فقيل : يا رسول الله أرأيت شحوم الميتة فإنها تطلى بها السفن و تدهن بها الجلود و يستصبح الناس؟ فقال لا هو حرام ثم قال رسول الله ص قاتل الله اليهود  إن الله تعالى حرم عليهم شحومها جملوها ثم باعوه فأكلوا ثمنه (متفق عليه)
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi, dan patung. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah,”Wahai Rasulullah, bagaimana menurut engkau bangkai yang digunakan untuk mengecat  perahu, menghaluskan  kulit, dan sebagai penerangan?” Rasulullah menjawab,”Tidak boleh. Itu tetap haram” kemudian Rasulullah SAW melanjutkan”Allah mengutuk orang Yahudi. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan lemak pada mereka. Mereka memperbaikinya, lalu menjual dan memakan hasilnya” (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).

            Dalam hadits di atas secara jelas Rasulullah SAW mengharamkan jual beli khamr. Tidak ada satu pun dari lafadz hadits tersebut yang menunjukkan illat tertentu diharamkannya tindakan tersebut. Juga, Rasulullah SAW menjelaskan hukuman yang diberikan kepada orang Yahudi walaupun mereka tidak memakan lemak yang diharamkan atas mereka, kemudian mereka menjualnya kepada orang lain. Demikian pula, tidak dijumpai satu nash pun yang menunjukkan adanya illat pada larangan tersebut. Sehingga, larangan tetap bersifat mutlak. Bahkan Ibnu Abbas ra. meriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda:
لعن الله اليهود حرمت عليهم الشحوم فباعوها وأكلوا أثامنها، وأن الله إذا حرم على قوم أكل  شيء حرم عليهم ثمنـه
“Sesungguhnya Allah mengutuk orang-orang Yahudi. Diharamkan kepada mereka lemak, lalu mereka menjual dan memakan hasilnya. Dan sesungguhnya Allah, apabila mengharamkan suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka haram pula bagi mereka hasil penjualannya” (HR Imam Ahmad dan Abu Daud).

            Ini berarti bahwa segala sesuatu yang diharamkan bagi hamba, maka memperjualbelikannya juga haram, tidak berbeda apakah terdapat manfaat didalamnya atau tidak. Hukum seperti itu juga diterapkan pada penjualan patung, salib, relief yang menggambarkan manusia dan hewan, juga lukisan dengan menggunakan tangan yang memiliki ruh seperti lukisan manusia dan hewan (Asy Syakhshiyyah Islamiyyah II hal 299). Imam Syaukani mengatakan bahwa, ”Sesungguhnya setiap yang diharamkan Allah kepada hamba, maka menjualnya pun haram, disebabkan karena haramnya hasil penjualannya. Tidak keluar dari (kaidah) kuliyyah tersebut, kecuali sesuatu yang telah dikhususkan oleh dalil”  (Nailul Authar V hal 221). Demikian juga Rasulullah secara umum melarang memakan hasil penjualan barang yang diharamkan memakannya. Sehingga, para fuqaha memberikan kesimpulan bahwa salah satu syarat barang boleh  dijualbelikan adalah benda yang suci zatnya, yakni  tidak haram dan tidak najis.

            Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka turut serta memasarkan, mendistribusikan, dan memperjualbelikan narkoba adalah haram. Lebih-lebih menjadi bagian dari sindikatnya, yang terus-menerus mencari mangsa. Apabila narkoba diharamkan diperjualbelikan dan dimakan hasilnya, maka memberikannya sebagai hadiah --tanpa uang pengganti-- juga diharamkan, baik diberikan kepada seorang muslim, yahudi, nasrani, atau lainnya. Dari Abu Hurairah ra. menceritakan bahwa ada seorang pria akan memberikan hadiah Rasulullah SAW sebuah minuman khamr, maka Rasulullah SAW berkata:
إنها قد حرمت فقال الرجل أفلا أبيعها ؟ فقال إن الذي حرم شربها حرم بيعها قال أفلا أكارم بها اليهود؟ إن الذي حرمها حرم أن يكارم بها اليهود قال فكيف أصنع بها قال شنها على البطحاء
Sesungguhnya khamr itu telah diharamkan. Laki-laki itu bertanya,”Apakah aku harus menjualnya?”, Rasulullah SAW menjawab,”Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan meminumnya, diharamkan pula menjualnya”.  Laki-laki itu bertanya lagi,”Apakah aku harus memberikan kepada orang Yahudi?” Rasulullah menjawab,”Sesungguhnya Yang mengharamkannya, telah mengharamkan pula diberikan kepada orang Yahudi". Laki-laki itu kembali bertanya,”Lalu apa yang harus saya lakukan dengannya?” Beliau menjawab,”Tumpahkanlah ke dalam selokan” (HR Al Khumaidi dalam Musnad-nya).

        Pada hadits tersebut Rasulullah SAW melarang memberikan khamr (suatu benda yang diharamkan) kepada orang lain, termasuk kepada orang Yahudi maupun Nasrani. Berarti, jika Narkoba, termasuk benda yang diharamkan, maka memberikannya kepada orang lain juga haram.