Ibnu Mas’ud berkata: “Cukuplah takut kepada Allah sebagai bukti
bahwa ia berilmu. Sementara kurangnya rasa takut kepada Allah hanyalah
menunjukkan kurangnya pengetahuan (ma’rifah) seorang hamba pada Allah. Dengan
demikian, manusia yang paling mengerti (ma’rifah) adalah mereka yang paling takut
kepada Allah. Barang siapa yang telah mengenal (ma’rifah)
kepada Allah, maka semakin besar rasa malu, takut dan cintanya kepada Allah.
Dan setiap kali pengetahuan (ma’rifah) seorang hamba kepada Allah bertambah,
maka bertambah pula rasa malu, takut dan cintanya kepada Allah. Rasa takut
adalah tingkat thariqah (jalan mendekatkan diri kepada Allah)
yang tertinggi. Rasa takut kelompok khash (mereka yang benar-benar menyerahkan
hidupnya hanya untuk Allah semata) lebih besar dari rasa takut manusia pada
umumnya. Mereka (kelompok khash)
adalah yang paling membutuhkan kepada Allah, Allah melindungi mereka, dan
mereka paling berkomitmen. Seorang hamba ada yang lurus dan ada yang bengkok.
Sementara ia yang bengkok, maka rasa takutnya kepada sanksi (hukuman)
tergantung kadar kebengkokannya. Dan iman itu tidaklah sah kecuali dengan rasa
takut kepada Allah ini.
Rasa takut kepada Allah ini
muncul dari tiga hal:
Pertama, ia telah mengerti kejahatan dan keburukannya.
Kedua, ia percaya (iman) dengan ancaman Allah, bahwa Allah telah
menetapkan sanksi (hukuman) atas setiap kemaksiatan.
Ketiga, ia tidak tahu mungkin saja Allah menolak taubatnya, dan
menghalangi antara ia dan taubatnya ketika ia melakukan kesalahan.
Dan hanya dalam tiga hal
ini rasa takut kepada Allah akan muncul. Sementara kuat dan lemahnya sesuai
dengan kuat dan lemahnya pengetahuan (ma’rifah) seorang hamba kepada Allah. Orang
yang memikul (melakukan) kesalahan, mungkin ia tidak tahu keburukannya, tidak
tahu akibat buruknya, dan mungkin juga terkumpul padanya dua hal itu, namun ia
masih sangat bergantung pada taubat. Dan ini merupakan sebagian besar dari
dosa-dosa orang-orang beriman. Sehingga apabila ia tahu dan sadar akan
keburukan dosa, tahu dan sadar akan akibat buruknya, serta takut pintu taubat
tidak dibuka untuknya, sehingga terhalang antara ia dan taubat, maka rasa
takutnya akan semakin kuat. Ini sebelum ia melakukan dosa, dan jika ia telah
melakukan dosa, maka rasa takutnya akan lebih besar lagi.” (Tharîq al-Hijratain wa Bâb
as-Sa’âdatain,
al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah).
0 komentar: