Menjadi pejuang Islam? Hiii takuuut! Lho, kenapa
musti takut? Hmm.. rupanya ada bisik-bisik tetangga nih. Maklum, di jaman
sekarang ini, jadi aktivis itu katanya bikin hidup kagak lebih hidup. Abisnya,
masyarakat suka mencontohkan hal-hal serem berkaitan dengan hal itu. Celakanya,
itu menurut penilaiannya yang emang nggak objektif. Misalnya, ada yang bilang
kalo jadi aktivis itu risikonya berat. Lihat aja orang-orang yang melakukan demonstrasi,
mereka dikejar, ditangkapi, dijebloskan ke bui, bahkan nggak sedikit yang
kemudian dikasih "kopi pahit", alias dipateni. Wah syerem juga ya?
Tapi anehnya meskipun udah tahu risikonya, kok masih banyak yang mau
melakukannya?
Sobat muda muslim, hidup ini adalah perjuangan.
Dan yang namanya perjuangan, selalu punya risiko. Itu sudah pasti. Uniknya,
rata-rata risikonya udah ketahuan, alias bisa kita perhitungkan. Ya, ibarat
tukang dagang, sebetulnya doi udah tahu ada risikonya, yakni rugi. Kerugian tersebut
bisa aja berasal dari barang dagangannya yang emang nggak laku dijual, alias
masyarakat nggak minat beli barang dagangannya. Bisa juga faktor lain,
misalnya, ada penertiban dari aparat tibum. Baru aja nongkrong, eh barangnya
udah diangkut truk aparat tibum karena berjualan di jalur terlarang. Itu
risiko. Tapi apakah itu kemudian membuat mereka males jualan? Rasanya, kalo
kamu lihat dengan bijak, mereka tetap punya semangat untuk berdagang. Alasan
mereka, inilah perjuangan hidup.
Setiap orang, siapapun ia dan apapun jenis
pekerjaannya selalu punya risiko. Pak sopir yang sehari-hari hidup di jalanan,
risikonya udah ketahuan kan? Bisa aja terjadi kecelakaan atau sebangsanya. Jadi
tentara? Juga udah jelas risikonya. Dikirim ke daerah konflik seperti di Ambon
atau NAD (Nangroe Aceh Darussalam), pilihannya cuma dua, selamat atau mati di
medan tempur. Termasuk mereka yang bekerja di belakang meja sekalipun, ada
risikonya. Hidup memang penuh risiko. Jadi kenapa musti takut?
Sobat muda muslim, kita memaparkan contoh-contoh
tadi dengan harapan kamu juga bisa bersikap lebih dewasa dan bijak. Sekali
lagi, hidup ini penuh risiko. Tinggal bagaimana kita bisa menjadikan hidup ini
enjoy untuk dinikmati. Sobat, yang terpenting dari semua itu, kita kudu punya
tujuan dalam hidup ini. Tanpa tujuan, rasanya hidup ini garing bin bete banget.
Tom Bodett punya pepatah begini: "Mereka berkata bahwa setiap orang
membutuhkan tiga hal yang akan membuat mereka berbahagia di dunia ini, yaitu;
seseorang untuk dicintai, sesuatu untuk dilakukan, dan sesuatu untuk
diharapkan."
Rasanya nggak salah-salah amat Tom Bodett
menuliskan kata-kata mutiaranya begitu. Sebab, kita di dunia membutuhkan
kejelasan arah. Apalagi kita sebagai seorang muslim, harus sudah tahu apa yang
kudu dilakukan, yakni berjuang untuk Islam, dan sudah ngeh dengan apa yang
diharapkan, yakni terwujudnya kembali kehidupan Islam di dunia ini.
Sobat pembaca, inilah cita-cita tertinggi kita
sebagai pemuda pejuang Islam. Berjuang, berjuang, dan berjuang untuk Islam.
Bukan untuk yang lain. Kita harusnya malu dengan saudara kita di Palestina,
mereka punya semangat yang pantang menyerah dan tahu betul makna hidup. Mereka
bilang, berperang melawan tentara Yahudi, atau diam di rumah, kematian pasti
akan datang menjemput. Yup, persoalan yang terpenting adalah bagaimana cara
mati kita? Apakah sedang dalam berjuang untuk Islam, atau malah sedang maksiat?
Itu yang kudu jadi perhatian kita..
Menanamkan keberanian
Setelah punya tujuan dan cita-cita dalam hidup
ini, satu hal yang wajib dimiliki oleh kaum muslimin, khususnya pemuda, adalah
keberanian untuk menjadi pejuang dan pembela Islam. Tanpa keberanian, rasanya
semangat itu hanya berkecamuk saja dalam dada. Nggak terwujud dalam perilaku
keseharian.
Kamu pernah menyaksikan aksi heroik Letnan Chris
Burnett yang diperankan Owen Wilson dalam film perang berjudul Behind Enemy
Lines? Di situ, kita bisa ambil semacam hikmah. Bahwa keberanian dan kecerdasan
sangat diperlukan dalam kondisi kritis seperti itu. Chris Burnett, sebagai
pilot jempolan yang lihai menerbangkan jet tempur F/A-18 Superhornet harus
menerima kenyataan pahit ketika pesawatnya dihantam rudal musuh saat akan
melakukan investigasi tentang kekejaman Serbia di Bosnia. Beruntung Owen
Wilson, eh, Chris Burnett bisa menyelamatkan diri dengan kursi pelontar. Tapi
celakanya, doi terperangkap di belakang garis musuh. Inilah cerita yang amat
mendebarkan tentang sisi lain dari perang Bosnia. Apa yang dilakukan Burnett?
Sembari menunggu datang pertolongan, ia berusaha untuk melepaskan diri dari
kejaran tentara Serbia yang kejam. Rasanya, tanpa keberanian, meskipun ini
hanya sekadar dalam film, Burnett sudah nyerah duluan, apalagi temannya
ditembak mati di depan mata kepalanya sendiri. Tapi keberanian ternyata tetap
bersemayam dalam dadanya.
Nah, kita, sebagai seorang muslim jangan pernah
merasa takut, kecuali hanya kepada Allah. Kita jangan kalah semangat dengan
salah seorang prajurit perang salib yang berkata lantang kepada ibunya ketika
ia hendak menghancurkan Islam. "Ibu…tenangkan hatimu, berbahagialah,
anakmu pergi ke Tripoli siap mengalirkan darah demi melumatkan bangsa yang
terkutuk. Dengan segala kekuatan yang aku miliki akan aku lenyapkan Islam. Akan
aku bakar al-Quran" (al-Qoumiyyah wal Ghozwul Fikriy, hlm. 208)
Bayangkan, prajurit Perang Salib saja yang
jelas-jelas di jalur yang salah punya keberanian seperti itu. Kita, pemuda
Islam harus bisa lebih dari keberanian orang-orang kafir. Sebab kita di jalur
yang benar dalam pandangan Allah Swt.
Sobat muda muslim, para sahabat yang mulia adalah
sosok yang layak untuk dijadikan teladan bagi kita dalam mencontoh
keberaniannya.
Ada satu peristiwa yang sangat menarik untuk
direnungkan para pemuda jaman kiwari. Peristiwa ini selengkapnya diceritakan
oleh Abdurrahman bin 'Auf: "Selagi aku berdiri di dalam barisan pada
Perang Badar, aku melihat ke kanan dan kiriku, saat itu tampaklah olehku dua
orang Anshar yang masih muda belia. Aku berharap semoga aku lebih kuat dari
padanya. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka menekanku seraya berkata:
'Hai Paman, apakah engkau mengenal Abu Jahal?' Aku jawab: 'Ya, apakah
keperluanmu padanya, hai anak saudaraku?' Dia menjawab: 'Ada seorang yang
memberitahuku bahwa Abu Jahal ini sering mencela Rasulullah saw. Demi (Allah)
yang jiwaku ada di tangan-Nya, jika aku menjumpainya tentulah tak akan
kulepaskan dia sampai siapa yang terlebih dulu mati, antara aku atau dia!'
Berkata Abdurrahman bin 'Auf: 'Aku merasa heran ketika mendengar ucapan anak
muda itu'. Kemudian anak yang satunya pun menekanku dan berkata seperti
temannya tadi. Tidak lama berselang, aku pun melihat Abu Jahal sedang
mondar-mandir di dalam barisannya, segera aku katakan (kepada kedua anak muda
itu): 'Itulah orang yang sedang kalian cari!' Keduanya langsung menyerang Abu
Jahal, menikamnya dengan pedang sampai tewas. Setelah itu mereka menghampiri
Rasulullah saw. (dengan rasa bangga) untuk melaporkan kejadian itu. Rasulullah
saw. berkata: 'Siapa di antara kalian yang menewaskannya?' Masing-masing
menjawab: 'Sayalah yang membunuhnya'. Lalu Rasulullah bertanya lagi: 'Apakah
kalian sudah membersihkan mata pedang kalian?' 'Belum' jawab mereka serentak.
Rasulullah pun kemudian melihat pedang mereka, seraya bersabda: 'Kamu berdua
telah membunuhnya. Akan tetapi segala pakaian dan senjata yang dipakai Abu
Jahal (boleh) dimiliki Muadz bin al-Jamuh." (Berkata perawi hadis ini):
Kedua pemuda itu adalah Mu'adz bin "Afra" dan Muadz bin Amru bin
al-Jamuh (Musnad Imam Ahmad I/193. Shahih Bukhari hadis nomor 3141 dan Shahih
Muslim hadis nomor 1752)
Sobat muda muslim, pemuda seperti inilah yang
bakal menjadi pembela dan pejuang Islam yang tangguh. Selain semangat, tentunya
wajib memiliki keberanian.
Rela berkorban
Yup, perjuangan, selain butuh keberanian, juga
kudu rela berkorban. Apapun jenis pengorbanan yang kudu kita berikan untuk
tegaknya Islam di muka bumi ini. Bisa berupa waktu kita, harta kita, tenaga
kita, bahkan nyawa kita. Semuanya harus rela kita korbankan. Sebab, kita yakin
hal itu bukanlah kesia-siaan. Firman Allah Swt.:"Tetapi Rasul dan
orang-orang yang beriman bersama beliau, mereka berjihad dengan harta dan diri
mereka. Dan merekalah orang-orang yang memperoleh berbagai kebaikan dan
merekalah orang-orang yang beruntung." (TQS at-Taubah [9]: 88)
Sobat muda muslim, benar bahwa kita harus menjadi
pemuda pejuang Islam. Untuk itu kita harus punya keberanian dan rela berkorban.
Supaya perjuangan ini lebih punya makna. Rasanya memang janggal ya, kalo kita
berjuang, terus pengen berhasil, tapi sedikitpun nggak berani dan nggak rela
untuk berkorban. Itu mah sama aja dengan boong, ya nggak?
Aneh banget kan, kalo ada orang yang ingin menang
dan sukses, tapi dirinya nggak berani menghadapi rintangan dan ogah berkorban.
Rasanya emang nggak ada dalam kehidupan nyata. Jadi, jangan ngimpi!
Nah, apalagi dalam urusan hidup dan mati untuk
tegaknya Islam ini, jelas diperlukan keberanian dan sikap rela berkorban yang
tinggi. Masak kita kalah sama mereka yang cuma berjuang untuk yang sebetulnya
nggak perlu bagi sebuah kemajuan bangsa. Kita, insya Allah akan menjadi pembela
dan pejuang Islam, yang akan menentukan masa depan Islam. Rasanya, pantas bila
memiliki sikap rela berkorban yang tinggi. Untuk mengalahkan segala hambatan.
Firman Allah Swt.:"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
"Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka,
maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah
kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu
dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS.
Fushilat [41]: 30)
Berilmu, bertakwa, dan optimis
Imam asy-Syafii mengatakan bahwa:
"Sesungguhnya kehidupan pemuda itu, demi Allah hanya dengan ilmu dan takwa
(memiliki ilmu dan bertakwa), karena apabila yang dua hal itu tidak ada, tidak
dianggap hadir (dalam kehidupan)." Sabda Rasulullah saw: "Apabila
Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam
ilmu agama. Sesungguhnya memperoleh ilmu hanya dengan belajar." (HR.
Bukhari).
Sobat muda muslim, untuk menjadi pemuda pejuang
Islam, kamu kudu menyiapkan mental dan juga ilmu. Keberanian dan rela berkorban
kudu ditunjang dengan ilmu dan ketakwaan. Dan terakhir, rasa optimis perlu juga
dimiliki. David J. Schwartz, menyebutkan bahwa ujian bagi seseorang yang sukses
bukanlah pada kemampuannya untuk mencegah munculnya masalah, tetapi pada waktu
menghadapi dan menyelesaikan setiap kesulitan saat masalah itu terjadi. Jadi
optimis. Bener juga ya?
Oke deh, mulai sekarang kita kaji Islam. Pahami
dan amalkan dalam kehidupan kita. Jadi, jangan malas ngaji lagi ya?
(Buletin Gaul Islam)