Narkoba (narkotika dan obat-obatan berbahaya) dikenal juga dengan NAZA (narkotika, alkohol, dan zat adiktif lainnya). Menurut WHO (1969) yang dikutip Hawari (1996) batas obat terlarang (drug) adalah setiap zat (bahan subtansi) yang jika masuk ke organ tubuh akan mengadakan perubahan pada satu atau lebih pada organisme tersebut. Narkotika, Alkohol, dan zat adiktif lainnya, adalah zat yang mempunyai efek seperti itu, khususnya dalam fungsi berfikir, perasaan dan perilaku yang memakainya. Zat tersebut sering disalahgunakan sehingga menimbulkan ketagihan (addiction) yang pada gilirannya sampai pada ketergantungan (dependence). Beberapa jenis zat yang dapat dikelompokkan sebagai narkotika itu antara lain: opium, morfin, heroin, kokain, dan ganja.


            Opium atau candu adalah getah Papaver somniferum L. Yang telah dikeringkan. Dalam opium ini terdapat zat alkaloid yang  terdiri dari dua golongan. Pertama, golongan Fenantren, misalnya morfin dan kodein (yang biasanya digunakan untuk campuran obat batuk berbentuk sirup). Kedua golongan benzilisokinolin, misalnya noskapin dan papaverin. Mofin ini biasanya digunakan dalam bentuk garam hidrocholrida, berupa kristal atau serbuk putih yang dapat larut dalam air.  Dalam dunia kedokteran morfin digunakan sebagai obat analgesik (anti nyeri) pada penderita yang mengalami rasa nyeri berlebihan, seperti pada saat setelah dilakukan operasi, luka bakar, patah tulang, nyeri pada infark miokard jantung, nyeri pada kanker, dan sebagainya. Cara kerja morfin dalam tubuh manusia dapat mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan meningkatkan ambang rasa nyeri, mengubah persepsi nyeri yang diterima oleh otak sehingga penderita tidak merasakan nyeri dan memudahkan tidur. Dengan demikian pemakai morfin dapat merasakan euforia (rasa gembira), rasa lapar hilang, muntah tanpa disertai mual terlebih dahulu, dapat tidur nyenyak yang disertai mimpi, dan napas menjadi lambat.
            Efek pada tingkah laku adalah adanya impairment (hendaya) atau gangguan etika dan norma, seperti suka berkelahi, kehilangan kawan, tidak masuk kerja, terlibat pelanggaran hukum dan khilangan pekerjaan.
            Pada saat morfin ini dipakai dalam dosis besar, kekuatan fisik dan ambisi menurun. Penderita menjadi letargi (kesadaran menurun), dan rasa puas pada diri sendiri membuat pemakainya semakin terlibat dalam penggunaan obat. Akibatnya, semangat kerja menurun, pemakainya menjadi pemalas, dan timbul ketergantungan fisik. Pemakai morfin dapat mengalami GMO (Gangguan Mental Organik). Bila sudah terjadi ketergantungan fisik, maka pemakainya menjadi sukar tidur, jantung berdebar-debar, pupil mata melebar, diare, berkeringat, sering menguap, dan bila berlanjut akan terjadi depresi nafas. Bahkan, bisa mengakibatkan kematian.

            Heroin atau yang di pasaran gelap disebut dengan putauw itu berupa bubuk/kristal heroin. Dalam dunia kedokteran, heroin atau putauw ini tidak digunakan. Cara menikmatinya, biasanya dengan memanaskan bubuk/kristal heroin itu di atas kertas timah. Setelah keluar asapnya yang menyerupai bentuk naga atau dragon asap dihirup. Cara lain adalah dengan menyuntikkan heroin itu yang dilarutkan dalam air hangat ke pembuluh darah. Hanya, cara ini sangat berbahaya.
            Akibat yang akan terjadi dari pemakaian putauw ini adalah rasa gembira yang berlebihan (euforia) atau sebaliknya (diseuforia), acuh tak acuh (apatis), lemah tiada bertenaga, mengantuk. Karenanya, penggunaan heroin ini dapat mengakibatkan  gangguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, perasaan, dan perilaku. Gangguan mental tersebut terjadi karena reaksi langsung heroin dengan sel-sel saraf pusat.
            Apabila pemakaian heroin ini dihentikan, padahal orang itu sudah memiliki ketergantungan, maka akan timbul gejala-gejala sakauw  yaitu rasa sakit atau nyeri yang tak terperikan karena ketagihan, seperti: air mata dan cairan hidung berlebihan, diare, tekanan darah naik, berdebar-debar, demam, sukar tidur, rasa sakit pada tulang belulang, sakit kepala terasa mau pecah, sendi-sendi ngilu terasa persendian copot, gelisah, marah-marah, dan mudah berkelahi. Gejala ini sukar diatasi, sehingga pemakainya akan mencarinya dengan berbagai cara. Untuk mendapatkannya, tidak jarang jalan apa pun akan ditempuh tanpa memperdulikan resikonya. Biasanya akan memakainya lagi dengan dosis yang lebih tinggi dan semakin sering.


            Kokain yang berasal dari daun/tanaman coca, biasanya digunakan dengan cara menaruh bubuk atau hancuran kristalnya, pada selaput lendir hidung lalu dihirup. Dapat pula asapnya dihirup atau disuntikkan.
            Sebagaimana heroin, kokain ini juga akan mengakibatkan gangguan mental organik. Beberapa gejala gangguan mental tersebut adalah: agitasi psikomotor yang ditunjukkan oleh perilaku gelisah dan tidak dapat diam,  rasa gembira yang berlebihan yang mengakibatkan hilangnya kendali diri (self control), rasa harga dirinya meningkat seperti merasa dirinya hebat, super, dan sejenisnya, banyak bicara yang cenderung ngelantur, dan meningkatnya kewaspadaan yang mengakibatkan pemakai senantiasa dihantui rasa curiga.
            Di samping itu, secara fisik, penggunaan kokain ini bisa mengakibatkan jantung berdebar-debar, pupil mata melebar, peningkatan tekanan darah, dan berkeringat berlebihan. Kokain juga dikaitkan dengan kematian mendadak akibat komplikasi jantung dan delirium (kesadaran menurun). Delirium dapat menimbulkan kejang dan kematian
            Apabila pemakai kokain ini sudah ketagihan, sedangkan tidak mendapatkan benda yang dimaksud, maka orang tersebut akan dihinggapi dengan rasa cemas, perasaan bersalah, rasa tak berdaya, putus asa, dan tak bernilai.

            Ganja yang kadang disebut dengan mariyuana atau hashish itu berasal dari daun ganja. Cara memakainya, biasanya dihisap. Jenis narkotika yang di pasaran biasa disebut cimeng atau gele ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan jiwa, yaitu adanya waham atau khayalan (delusi) mirip dengan waham yang terdapat pada gangguan jiwa skizofrenia (tindakannya di luar kendali).
            Gejala skizoferania itu sendiri beragam. Dari mulai kekacauan alam berpikir, perasaan, dan perilaku. Perilaku yang muncul biasanya adalah marah-marah, gaduh gelisah, mengamuk, bicara kacau, sampai pada tingkah laku yang aneh-aneh, melamun, bicara sendiri, tertawa sendiri serta hidup ‘di dunianya sendiri’ (alam khayal) tanpa memperdulikan perawatan dirinya atau keadaan sekeliling. Bagi mereka yang sudah ada faktor predisposisi (faktor-faktor yang mempermudah terjangkitnya suatu penyakit), maka ganja mempercepat munculnya gangguan jiwa skizofrenia. Hal ini juga dibuktikan dengan bahwa pada umumnya penderita gangguan jiwa skizofrenia, sebelumnya memakai ganja terlebih dahulu.
            Pemakaian ganja juga dapat menimbulkan gangguan mental organik (GMO) seperti pada heroin.
            Disampinng itu, masih ada zat-zat lainnya yang tidak tergolong dalam narkotika, tetapi termasuk zat adiktif (zat yang dapat mengakibatkan kecanduan). Pengaruhnya terhadap susunan saraf pusat (otak) serupa dengan narkotika dan alkohol. Ectasy, adalah salah satu diantaranya. Zat aktif yang dikandung ectasy adalah amphetamine, suatu zat yang tergolong stimulasia (perangsang).

            Di dunia kedokteran, zat amphetamine digunakan antara lain untuk mengobati penyakit hyperkinesia, depresi ringan, dan narkolepsi. Penggunaan di dunia sangat ketat, sebab dapat menimbulkan ketergantungan. Penyalahgunaan ectasy  yang kadang disebut dengan ineks ini akan menimbulkan ‘gangguan mental organik’.
            Apabila sedang ‘on’ atau ‘triping’, pemakainya akan merasakan gejala psikologik dan fisik. Gejala psikologik adalah agitasi psikomotor, rasa gembira, rasa harga diri meningkat, banyak bicara, dan kewaspadaan meningkat. Adapun secara fisik adalah pelebaran pupil mata, tekanan darah meninggi atau rendah, berkeringat atau rasa kedinginan, mual dan muntah.
            Bagi mereka yang sudah ketergantungan, bila pemakaian dihentikan akan menimbulkan kondisi yang dinamakan ‘gejala putus obat’ yang ditandai rasa ketagihan, kelelahan, keletihan menyeluruh, tidur berkepananjangan 12-24 jam, depresi berat, rasa lesu dan lemah yang sangat, timbul pikiran tentang kematian, ingin bunuh diri, dan mencelakakan diri.
            Meskipun tidak semuanya, umumnya  pemakaian  zat-zat   tersebut seringkali mengakibatkan ketagihan (addiction), bahkan sampai pada tataran ketergantungan (dependence). Zat atau bahan (obat) yang dapat menimbulkan adiksi dan dependensi, adalah zat yang memiliki ciri sebagai berikut:
1.  Keinginan yang tak tertahankan atau kebutuhan yang luar biasa untuk senantiasa menggunakan zat tersebut.  Keinginan itu mendorongnya untuk  mendapatkan zat yang dimaksud,  dengan jalan apa pun akan ditempuhnya tanpa mempedulikan resikonya.
2.  Kecenderungan untuk menaikkan dosis sesuai dengan toleransi tubuhnya
3.  Ketergantungan psikis  (psychological depedence) pada obat itu. Apabila pemakaiannya dihentikan akan menimbulkan kecemasan, kegelisahan, depresi, dan gejala-gejala psikis lainnya.
4.  Ketergantungan fisik (physical depedence), apabila pemakaian zat ini dihentikan, akan menimbulkan gejala fisik , yang dinamakan gejala putus NAZA (withdrawal symptom).


Oleh: Ahmad Labib al Mustanier




This entry was posted on 01.00 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: